Kejati Jabar Menahan Empat Tersangka Kasus Korupsi PT. Pos Finansial (Posfin)
Jakarta - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat menahan empat tersangka dalam kasus dugaan korupsi senilai Rp52 miliar di PT Pos Finansial (Posfin) Indonesia yang merupakan anak perusahaan PT Pos Indonesia.
Asisten
Pidana Khusus Kejati Jawa Barat Riyono mengatakan dalam kasus tersebut
sebetulnya ada lima tersangka, yakni berinisial RDC, S, MT, RA, dan SN.
Namun S belakangan ini diketahui telah meninggal dunia.
"Setelah pemanggilan ke Kantor Kejati Jawa Barat dan dilakukan
pemeriksaan, kemudian ditetapkan sebagai tersangka,"kata Riyono di
Bandung, dilansir wartawan, Selasa (5/10). Adapun dua tersangka, yakni RDC dan MT telah dilakukan penahanan sejak
tiga pekan lalu. Sedangkan RA dan SN telah ditahan sejak Senin (4/10).
Riyono menjelaskan peran kelima tersangka itu, yakni RDC sebagai Mantan
Manajer Akuntansi dan Keuangan PT Posfin, S sebagai eks Direktur PT
Posfin, MT sebagai Kepala Cabang PT Berdikari Insurance Coverage
Bandung. Sedangkan RA merupakan mantan Kepala Cabang PT Caraka Mulia
Bandung yang merupakan broker dalam perkara tersebut dan SN selaku
karyawan salah satu bank swasta di Bandung.
Adapun konstruksi perkaranya, Riyono menjelaskan bermula dari RDC yang
melakukan pembayaran premi sertifikat jaminan kepada PT Berdikari
Insurance coverage melalui broker PT Caraka Mulia. Namun pembayaran itu
diduga di-"increase" dan dibatalkan oleh PT Berdikari sebesar Rp2,8
miliar.
Selain itu, RDC juga melakukan suatu pengadaan alat yang dikontrakkan
kepada PT Posfin dengan nilai yang diajukan sebesar Rp19 miliar.
Padahal, kata Riyono, proyek pengadaan itu diduga fiktif. Kemudian RDC
diduga menggunakan dana PT Posfin untuk mengakuisisi saham sejumlah
perusahaan lain dengan menggunakan nama orang lain sebesar Rp17 miliar.
Di samping itu, S diduga menggunakan dana PT Posfin untuk kepentingan
pribadinya sebesar Rp4,2 miliar. Dia juga diduga menggunakan dana PT
Posfin sebesar Rp9,2 miliar untuk menebus sertifikat rumah pribadinya.
"Sejumlah kegiatan yang menyimpang itu diduga menyebabkan kerugian negara sebesar Rp52 miliar,"kata Riyono.
Adapun keterlbatan MT, kata Riyono, yakni terjadi pada saat RDC
melakukan pembayaran premi sertifikat penjaminan kepada PT Berdikari.
Diduga MT bersekongkol dengan RDC untuk membatalkan pembayaran sebesar
Rp2,8 miliar.
Usai dibatalkan, uang pembayaran premi asuransi sebesar Rp2,8 miliar ini
selanjutnya ditransfer oleh RA ke rekening MT dan dua orang rekan MT
sebesar Rp 871 juta.
Namun premi yang dibayarkan ke rekening PT Berdikari Insurance dari Rp
2,8 miliar hanya Rp 391 juta. Menurut Ruyono sisa uang yang tidak
dibayarkan tersebut kemudian dibagikan kepada para tersangka.
Setelah sejumlah penyelidikan, Riyono menyebut RA diduga menikmati Rp672
juta lebih, SN sebesar Rp366 juta, MT sebesar Rp302 juta, RDC sebesar
Rp202 juta, dan S sebesar Rp700 juta. "Mereka bersepakat pula membagi-bagi kelebihan uang premi asuransi dari
yang diterima resmi oleh PT Berdikari Insurance coverage,"kata Riyono.
Riyono mengatakan para tersangka dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1 ), Pasal
3 jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi jo UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Komentar
Posting Komentar